Pemilu = (Gigantic) Negative NPV Project

Pemilu tinggal 3 hari lagi. Sebagian orang sudah siap dan memastikan pilihannya, sebagian lagi belum pasti mau milih apa, sebagian lagi memutuskan buat golput.

Urusan golput ini sempet, dan tetep, bikin diskusi di milis MIIAS membara. Kesepakatan, tidak bulat, dari diskusi di milis MIIAS membuahkan hasil: “kalo bisa jangan golput lah, inget.. masa depan bangsa…bla..bla..bla… Kalo pun iya mau golput jangan ngajak-ngajak lah, nanti kita kritik sampeyan abis-abisan..” Belum lagi ditambah dengan fatwa haram golput yang dikeluarkan sama MUI (yang saya yakin hanya segelintir orang yang bener-bener baca salinannya dan lengkapnya fatwa tersebut kayak gimana). Mas Hatta membahas dengan dengan baik 5 argumen orang yang mau golput di postingannya yang ini. Mas Bayu malah menambah khasanah ‘pembenaran’ buat orang yang berminat golput dengan alasan ‘bosen’ di postingannya yang ini.

Saya sendiri? Terus terang saya sangat berminat buat golput. Saya ini males banget kalo dilarang-larang… Kalo dilarang-larang saya malah bersemangat, buat ngelakuinnya… Ketika dilarang-larang buat golput, jadinya malah pengen banget golput. Itu alasan kedua, alasan utamanya: saya ini orang males. Saya terlalu malas buat nyari informasi tentang caleg Dapil II Jakarta (untungnya buat yang nyontreng di luar negeri cuma DPR pusat, bayangin yang di Indonesia sana yang musti nyari informasi tentang caleg di DPR, DPRD tk. I, DPRD tk. II, sama DPD segala), males buat buat nyari informasi tentang parta-partai yang buanyak banget, males buat dateng ke TPS, ngantri, buka surat suara yang segede gaban, buat nyontreng, ngelipet surat suara lagi, dan masukkin ke kotak suara. Saya juga gak ikhlas kalo kelingking saya dikasi tinta item, kecil-kecil begitu mereka gak salah apa-apa…

Tetapi tentunya gak keren kalo saya golput gara-gara males ini, makanya pelu dicari yang lebih keren, googling-lah saya, dapet alesan ini: pemilu itu proyek dengan nilai Net Present Value (NPV) yang sangat negative, gede banget malah negative-nya. Cocok sudah, kuliah di applied finance, mau golput pun alasannya keren: NPV analysis…

Emang NPV apaan sih?

NPV itu kayak cost and benefit analysis tapi dengan memperhitungkan nilai diskonto dari uang yang kita terima di masa depan ke nilai uang sekarang. Panduannya: kalo benefit dari suatu proyek itu lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (NPV-nya positif), proyek itu bagus dan layak diteruskan. Begitu juga kebalikannya, kalo manfaat dari suatu proyek itu gak lebih banyak dari biaya-nya (NPV negatif), proyek itu gak usah diteruskan. Gampang dan sederhana.

Coba kita liat komponen biaya pelaksanaan pemilu (cost):

  • Dari pembiayaan APBN, KPU meminta anggaran pelaksanaan pemilu sebesar trilyun 47.9 trilyun, naek 10 kali lipat dibanding pemilu 2004 yang cuma 4,4 trilyun. Ini baru usulan-nya KPU, tapi yang jelas untuk tahun anggaran 2008 aja, yang tahap persiapan KPU udah dapet anggaran 6,67 trilyun dari Depkeu. Sebagai perbandingan, APBN tahun 2008 itu jumlahnya hanya 858 trilyun dan proporsi pengeluaran pemilu ini bisa sampe lebih dari 5% dari seluruh nilai APBN. Kalo dengan anggaran 4,4 trilyun aja, hampir semua anggota KPU tahun pemilu 2004 ditangkap KPK, entah dengan anggaran yang membengkak 10 kali lipat ini, mungkin office boy di kantor KPU pun bakal bermasalah…
  • Belum lagi termasuk dihitung dengan biaya yang dikeluarkan parpol, caleg, baik yang resmi (dilaporkan ke KPU) maupun tidak resmi (buat serangan fajar, panjer suara, de-el-el). Kompas membahas isu ini di artikel Kompas Minggu, 5/04/2009 yang ini. Bisa diliat skala pemborosan dari mulai baliho, spanduk, berbagai iklan di televisi (satu slot iklan di TV bisa seharga jutaan), di koran (iklan full page Kompas bisa seharga puluhan juta, dan Golkar dan Gerindra sangat rajin bikin iklan), maupun iklan di media internet (liat betapa annoying-nya detik.com pas masa kampanye, penuh iklan politik).
  • Itu baru pemilu legislatif dan pilpres, kalo ngitungin semua pemilihan langsung yang diikutin rakyat (udah diitungin sama Mas Bayu di postingan yang ini, jumlahnya 1040 kali), dan dibiayai rakyat pake APBN dan APBD. Bayangkan betapa besarnya dana yang beredar buat pelaksanaan pemilu ini…
  • Kompas berargumen bahwa pengeluaran pemilu itu bagus karena bakal menggerakan perekonomian. Saya pribadi menentang argumen ini karena kita musti liat dulu sumber pembiayaan APBN dan segala pengeluaran pemilu itu dari mana? Yang jelas sih utang, baik APBN maupun pengeluaran caleg (banyak caleg yang ngutang buat membiayai pengeluaran kampanyenya). Jenis utang untuk membiayai pemborosan pemilu saya anggap jenis utang yang sejelek-jeleknya utang, itu inefficient assets allocation, yang sama sekali bisa dihindari…

Sementara hasil dari pemilu itu sendiri:

  • 550 orang anggota DPR yang gak jelas kualifikasinya, gak jelas hasil undang-undangnya, tukang bolos, korupsi dan ditangkap KPK (saya sampe bingung mau bikin hyperlink sakin banyaknya sumber buat yang ini). Jangan ditanya lagi gimana kondisinya di DPRD sama DPRD tk. II. Bagi saya, hasil dari pemilu itu sendiri adalah cost bukan benefit.
  • Anggota legislatif dan eksekutif yang terpilih melalui proses pemilu itu adalah penyerap APBN. DPR minta anggaran sendiri, eksekutif minta anggaran sendiri, yang tersisa buat rakyat? Gak ada…

Hasil akhirnya, pemilu itu butuh biaya (negative outflow) sementara hasil yang di dapetnya juga biaya (negative outflow juga). Pemilu itu adalah proyek dengan cost-cost, bukan cost-benefit, tanpa perlu susah-susah nyari discount factor dan present value pun udah ketahuan hasil akhirnya, negative NPV, gede banget malah negativenya. So the project should be rejected…

Tapi kan pemilu itu wajib dilaksanakan, demi pertanda demokrasi, demi masa depan bangsa, demi… moore….

Yap, saya setuju kalo pemilu itu musti dilaksanakan tapi tidak dengan ‘at all cost’. Kesan yang saya tangkep, dari permohonan anggaran KPU, dari jor-jorannya parpol dan caleg, dan juga dari minimnya ulasan mengenai efisiensi pelaksanaan pemilu, adalah “pemilu itu penting, berapa pun biayanya.. harus dikeluarkan.” Saya gak setuju dengan bagian yang ini. Negeri kita miskin, alokasi sumber dayanya gak tepat dan amburadul, dan kita buang-buang uang puluhan trilyun buat milih orang-orang yang bakal korup? Nggak lah ya…

Sekedar food for thought penghematan dan efisiensi pelaksanaan pemilu, sehingga bisa menghemat dan mengurangi nilai negative NPV, antara lain:

  • Pemilu on-line

Buat orang males kayak saya, impiannya pelaksanaan pemilu: bangun tidur, nyalain laptop, buka firefox, masuk ke situs pemilu http://www.pemilu2009.go.id, masukin ID, pilih partai, pilih anggota legislatif, sign-out, tidur lagi… Aman, nyaman dan asyik… Bayangkan penghematan yang bisa dilakukan:

  1. Gak perlu bikin TPS;
  2. Gak perlu boros surat suara (dan nebangin pohon di Kalimantan sana..) dan kotak suara;
  3. Gak perlu bayar gaji KPPS;
  4. Gak perlu surat panggilan;
  5. Gak perlu…
  6. Gak perlu…

Banyak banget yang gak perlu… dan bisa dihemat dengan pelaksanaan pemilu online.

Tapi kan penduduk Indonesia yang melek internet cuma 16%? Gimana dengan jaringan infratruktur? Gimana dengan komputer-nya? Gimana dengan…?

Kalo pemilu nyoblos, dan nyontreng dengan segala keribetan tender surat suara, kotak suara, TPS, KPPS, pendataan pemilih aja bisa, kenapa yang online gak bisa? Facebook-an aja udah pake canggih bisa pake henpon, iPhone yang harganya belasan juta aja diantri, apalagi cuma nyontreng anggota legislatif online sih?

  • Kalo emang gak mau bisa pemilu on-line, beberapa ide penghematan laen:
  1. Jumlah partai dikurangi aja, cukup dua saja: Partai Biru (buat yang pengen anak cowok), sama Partai Pink (buat yang pengen punya anak cewek), yang gak pengen punya anak bisa pilih golput.  Penghematan: kertas surat suara yang dibutuhkan gak terlalu besar, bisa menghemat kertas (dan jumlah pohon yang ditebangin) dan juga biaya transportasi), dan juga menghemat waktu buka surat suara dan ngelipetnya lagi. Lagian, toh dari 38 partai yang ada sekarang pun gak ada bedanya kan? Partai A koalisi sama partai B di pilkada Tangerang ngelawan koalisi Partai C dan D, eh.. di pilkada Tangerang Selatan Partai A justru koalisi sama C ngelawan koalisi Parta B dan D.. Gak jelas, dan gendheng…
  2. Yang mau golput sangat didukung, tapi harus registrasi dulu. Lumayan kan menghemat surat suara dan jumlah TPS…
  3. KPU gak perlu bikin KPPS buat ngedata Daftar Pemilih Tetap segala macem. Biarin aja yang milih dateng bawa KTP, tunjukkin KTP-nya, liat fotonya sama nggak, nyontreng, terus dikasi tinta item, beres. Emang berapa banyak sih yang punya KTP dobel, triple? Saya sendiri punya 2 KTP, satu di Tangerang Selatan dan satunya lagi di Majalengka. Seniat-niatnya saya nyoblos dua kali, gak bakalan saya nyoblos di Tangerang Selatan abis itu naek helikopter ke Majalengka buat nyoblos lagi. Kurang kerjaan ajah… Kalo dibilang data KTP itu bermasalah, emang yakin DPT itu juga bebas bermasalah? Sejak kapan sih data yang ada di Indonesia itu valid?
  4. Pemilunya sekali aja deh, milih partai doang. Kayak dulu lagi, gak perlu 1040, bosen…

Setelah dipikir-pikir lagi, alasan golput karena pemilu itu boros gak valid juga yah? Mau saya golput ataupun enggak, pemilu itu tetep boros (kecuali sesuai usulan saya, yang golput didata dan gak perlu dibikinin surat suara dan segala macemnya). Jadi golput gak nih? Tambah bingung…

Tentang Maman Firmansyah

Seorang pegawai, seorang suami dari seorang istri, dan ayah dari dua orang anak.
Pos ini dipublikasikan di Itulah Indonesia, On Finance, Pribadi dan tag , , . Tandai permalink.

4 Balasan ke Pemilu = (Gigantic) Negative NPV Project

  1. vietha dewi berkata:

    assalamu’alaikum…
    salam kenal..saya tertarik tentang pemilu online…saya dah add ym Anda…saya ingin share info mengenai pemilu online..saya lg ada penelitian ttg itu…
    makasih…

    • Maman Firmansyah berkata:

      Wah serius toh?

      Saya dukung penelitiannya tentang pemilu online, Mbak. Cuma terus terang saya gak punya data apa-apa buat di-share, postingan saya ini cuma food for thought aja terkait kegusaran saya tentang pemborosan pemilu…

  2. Salim berkata:

    Met nyentang aja deh Mas… 🙂

Tinggalkan komentar